menu melayang

Senin, 28 Juni 2021

Pengajian Akbar Harlah Iman PKN STAN yang ke 30

 

Kemeriahan pengajian akbar Hari Lahir yang ke-30 IMAN PKN STAN pada 26 juli 2021 yang diselenggarakan menggunakan zoom meeting dengan pembicara Gus Nadirsyah Hosen.

Media Center PKN STAN – Pada tanggal 26 Juli 2021, Ikatan Mahasiswa Nahdliyyin (IMAN) PKN STAN mengadakan kegiatan pengajian akbar dalam rangka acara puncak Hari Lahir (Harlah) yang ke-30 IMAN PKN STAN. Selama kurang lebih satu bulan sebelum acara puncak, IMAN PKN STAN mengadakan banyak perlombaan yang di luar dugaan diikuti oleh banyak peserta. Pada acara puncak dengan bertajuk tema “Memperkuat IMAN Sebagai Pondasi Islam Nusantara di Era Pergeseran Masa” tersebut, dihadiri oleh pembicara utama yaitu Gus Nadirsyah Hosen, para alumni, dan anggota IMAN PKN STAN, masyarakat umum serta para mahasiswa. Acara yang sangat meriah tersebut dipandu oleh Surono dan Ratih selaku MC.

Pengajian akbar tersebut diawali dengan pembukaan dengan membaca surah Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Wawan Arwani. Kemudian, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Yalal Wathon, dan Mars IMAN PKN STAN secara bergantian. Tak lupa acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan dari Ketua IMAN PKN STAN, Muhamad Naziqi Baihaqi, salah satu pendiri IMAN PKN STAN, Kiai Dawud Arif Khan, serta Wakil Direktur PKN STAN, Bapak Agus Sunarya Sulaiman.

Pada inti acara yang dipandu oleh Mas Subhan selaku moderator, Gus Nadirsyah Hosen menyampaikan banyak sekali wawasan dan ilmu baru yang bermanfaat. Beliau menyampaikan tentang iman dan islam nusantara dalam kondisi menghadapi pergeseran zaman dan tempat. Persoalan tentang iman yang sering diperdebatkan di zaman sekarang ini adalah pendapat teologis yang terkesan dibuat ribet dan rumit. Padahal dalam ilmu kalam, perdebatan-perdebatan tersebut sudah dijelaskan dengan sangat komplet oleh para ulama. Dalam perubahan global, Gus Nadir berpendapat bahwa hal yang lebih pantas dibicarakan adalah iman di tataran social, yaitu iman yang lebih aplikatif, bukan teologis yang malah membuat terpecah belahnya antarsesama. Beliau juga membacakan hadis yang terkait dengan iman di tataran sosial tersebut bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam, menghormati tetangganya, dan memuliakan tamu. Ketiga poin tersebut sangat aplikatif di lingkungan kita di mana masih banyak perselisihan hanya gara-gara perbedaan pendapat, sikap, dan politik yang menurut mereka itu bisa menggoyahkan iman mereka. Padahal sebenarnya tidak. Mirisnya pada zaman sekarang, banyak orang yang semakin alim atau habluminallah-nya semakin kuat, habluminannas-nya semakin hancur. Sekarang lebih banyak orang yang terlalu khawatir dengan keimanannya dan kegoyahan iman tersebut malah digunakan untuk mengancam orang lain, hal tersebut sangat berbahaya dan harus dihindari. Kita harus berhati-hati dalam menghakimi keimanan orang lain.

Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa islam nusantara itu tidak menyimpang dari keimanan, tetapi islam nusantara adalah di mana kita meletakkan adat dan tradisi dengan iman dan islam yang tetap sama. Ekspresi keberagaman yang dikaitkan dengan tempat kita tinggal, maksudnya di mana kita berada, kita harus menghormati adat istiadat yang ada tanpa mengurangi sedikitpun keimanan. Bahkan, hal tersebut sudah dilakukan oleh Rosulullah sejak zaman nabi. Sekarang ini menjadi tantangan bagi kita, cara kita bersikap pada perubahan zaman. Janganlah kita mendebat hal-hal yang sepele hanya karena kita berbeda pendapat.

Pada sesi tanya jawab, beliau juga menyampaikan langkah menanggapi sebuah persoalan agar kita tidak dibilang terlalu liberal atau terlalu ekstrim. Beliau menyampaikan bahwa kita harus setidaknya punya ilmu dulu jangan memakai perasaan karena selama kita mengikuti kadiah-kaidah yang sudah digariskan oleh para ulama, maka kita tidak perlu khawatir. Yang berbahaya adalah ketika kita buat kaidah-kaidah sendiri.

Beliau juga menyampaikan pendapatnya tentang Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari KPK. Kita harus berhati-hati dan tidak boleh membenturkan antara agama dengan Pancasila. Hal ini karena Pancasila dasarnya tidak bertentangan dengan agama dan nilai-nilai Pancasila juga diajarkan dalam setiap agama.

Ketika kita sedang berdiskusi, kita juga harus lihat siapa lawan diskusinya. Setiap tanya harus diungkapkan dengan adab dan ketika kita ingin membantah kita harus punya data atau rujukan. Kita harus mengucapkannya dengan baik, kalau tidak bisa lebih baik kita diam. Kita juga harus belajar etika dalam berdiskusi dan bermedsos.

Selanjutnya, beliau menyampaikan juga bagaimana pendapatnya tentang anggapan segelintir orang tentang negara paranoid dengan umat islam. Beliau menjawab bahwa hal tersebut tidak dibenarkan, anggapan tersebut muncul gara-gara karena memang ada dua kubu yang saling berdebat, yang satu terlalu agamis dan satunya terlalu pancasilais. Padahal, kedua hal tersebut sebenarnya tidak boleh bertentangan. Pesan dari Gus Nadir adalah kita jangan pernah berhenti belajar dan bertanya dengan baik dengan para ulama dan kiai.

Pada sesi terakhir, acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Kiai Subhan Ngalimun. Selain itu terdapat pemaparan mengenai filosofi logo dan pengumuman para pemenang rangkaian lomba dalam rangka memperingati harlah yang ke-30 IMAN PKN STAN. Selain itu, ada pesan dan kesan yang disampaikan oleh salah satu pemenang lomba dan penampilan video persembahan terakhir dari panitia.

 

Reporter : Aqlis Muqorobin

Editor : Surono

Related Post

Back to Top

Cari Artikel