Pada
awal April kemarin, media sosial tengah ramai dengan banyaknya tautan dan
lampiran buku yang beredar secara ilegal. Hal itu disebabkan oleh beberapa
oknum tidak bertanggung jawab yang mengambil kesempatan untuk membajak buku dan
menyebarkannya melalui media sosial dengan dalih untuk kebaikan, sebagai media
belajar, dan mengisi waktu luang #dirumahaja di tengah isu pandemik COVID-19.
Pembaca digiring untuk menyebarluaskan tautan dan/atau lampiran buku PDF yang
didapat. Alhasil. terjadilah penyebaran softfile
PDF buku bajakan secara berantai melalui aplikasi Whatsapp.
Pembajakan
buku memang bukan suatu masalah baru dan sudah mengakar di masyarakat. Namun,
kejadian penyebaran buku bajakan berantai seperti kemarin membuat publik gempar
karena dilakukan secara terang-terangan. Padahal pembajakan buku dan
penyebarannya sudah dilarang menurut hukum. Di Indonesia, hal itu diatur dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Dalam pasal 9 diterangkan bahwa perbuatan seperti penerbitan, penggandaan
dalam segala bentuk, penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan atau
pentransformasian, pertunjukan, pengumuman, komunikasi, penyewaan serta
pendistribusian ciptaan atau salinannya hanya boleh dilakukan oleh pencipta
atau pemegang Hak Cipta serta setiap orang yang telah memiliki izin.
Selanjutnya,
dalam pasal 113 dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara
komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pihak penerbit biasanya akan mencantumkan pasal ini di setiap cetakan buku yang
diterbitkan. Meskipun demikian, tetap saja ada pihak-pihak yang mengabaikan hal
ini demi keuntungan pribadinya. Banyak pembaca yang belum paham bahwa dengan membaca
buku bajakan selain ilegal, juga bisa sangat merugikan penulis buku dan pihak
penerbit.
Mendengar
kabar tentang maraknya buku PDF yang disebar secara ilegal, banyak penulis dan
pihak penerbit yang angkat suara. Mereka mengungkapkan kekecewaan dan kekesalan
atas tindakan tidak bertanggung jawab itu. Melalui media sosial pribadinya,
para penulis dan pihak penerbit memberitahukan bahwa buku PDF yang tersebar
adalah bajakan dan mengecam pihak-pihak yang masih menyebarkannya.
“Mengunggah PDF ilegal atas karya kami,
menyebarkan tautannya, menyilakan orang lain mengunduhnya demi hiburan gratis
untuk membunuh waktu, sama dengan merampas hak ekonomi kami. Situasi saat ini
berat buat kita semua. Untuk bisa mengatasinya kita harus saling mendukung.
Bukan saling merampas. Bukan saling menikung. Setop unduh-unduh PDF bajakan.
Setop penyebaran tautannya,” tutur penulis Dee Lestari melalui laman
instagramnya.
Perlu
lebih banyak lagi kampanye terkait buku bajakan selain menghentikan oknum
melakukan pembajakan, juga meningkatkan kesadaran pembaca untuk berhenti
membeli, membaca, dan menyebarluaskan buku bajakan apapun bentuknya. Pahamilah
perbedaan fisik antara buku asli dan bajakan. Sedangkan untuk e-book, perlu
diketahui bahwa penulis maupun penerbit tidak pernah menyebarkan file buku tanpa melalui suatu media
resmi mereka.
Kontributor
: Wilna, Ma'rifatus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar