Coba ingat-ingat deh, kapan terakhir kali
kamu minum minuman berasa, soda, kopi susu kekinian, atau es boba dengan
topping gula aren, atau minuman lainnya? Rasanya manis, segar, dan sering bikin
nagih. Tapi, pernahkah kamu bertanya-tanya, kenapa sih minuman tinggi gula
begitu digemari? Apa karena rasanya semanis kenangan masa lalu? Atau ada alasan
ilmiah di balik itu?
Rasa Manis: Warisan Evolusi Manusia
Ternyata, ketertarikan kita terhadap rasa
manis sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Dikutip dari Kompas.id (2019),
manusia secara alami menyukai rasa manis karena itu adalah sinyal bahwa suatu
makanan mengandung energi (glukosa), yang dibutuhkan tubuh untuk bertahan
hidup.
Dulu, sumber rasa manis hanya berasal dari
buah-buahan dan madu yang langka. Karena itu, ketika tubuh menemukan rasa
manis, otak langsung memberi “hadiah” berupa rasa senang. Ini adalah mekanisme
bertahan hidup yang diwariskan secara biologis. Nah, masalahnya sekarang, rasa
manis ini bisa kita temukan di mana-mana—dalam bentuk minuman kekinian yang
berjejer di setiap mall, ojek online, bahkan warung dekat kampus.
Ketergantungan Gula: Lebih Serius dari
Sekadar "Suka"
Banyak yang menganggap rasa manis cuma soal
selera. Tapi tahukah kamu bahwa gula bisa menimbulkan efek ketergantungan?
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2023), gula punya efek adiktif yang mirip
seperti zat psikoaktif. Saat kita konsumsi gula, tubuh melepas dopamin—zat
kimia di otak yang menimbulkan rasa senang.
Semakin sering kamu minum yang manis-manis, semakin terbiasa tubuhmu menerima “hadiah dopamin” itu, dan semakin tinggi juga toleransinya. Akibatnya, kamu butuh lebih banyak gula untuk mendapat efek senang yang sama. Itulah kenapa, kalau sehari nggak ngopi manis atau minum teh kekinian, kamu bisa merasa "ada yang kurang."
Indonesia: Konsumen Minuman Bergula
Tertinggi Ketiga di Asia Tenggara
Dikutip dari FKKMK UGM, Indonesia menempati
peringkat ke-3 sebagai negara dengan konsumsi minuman berpemanis tertinggi di
Asia Tenggara. Ini bukan prestasi yang membanggakan, ya. Justru ini jadi alarm
serius.
Fakta mengejutkan lainnya, mayoritas konsumen minuman manis adalah generasi muda—mahasiswa dan remaja. Banyak dari mereka belum sadar kalau konsumsi gula berlebih bisa meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, bahkan penyakit jantung di usia muda.
Industri Minuman Tahu Kamu Suka, dan
Mereka Manfaatkan Itu
Industri minuman manis tahu banget
kelemahan kita terhadap rasa manis. Mereka nggak cuma menjual produk, tapi juga
menjual gaya hidup. Kemasan estetik, rasa yang unik, promosi lewat influencer,
dan sensasi “refreshing” jadi senjata mereka untuk menjerat pasar anak muda.
Padahal, dalam satu botol minuman manis,
kandungan gulanya bisa mencapai 20–30 gram atau bahkan lebih. Padahal, anjuran
WHO dan Kementerian Kesehatan adalah maksimal 50 gram gula per hari, dan
idealnya hanya 25 gram. Satu minuman aja bisa bikin kamu “over quota” gula
harian!
Jadi, Harus Gimana?
Bukan berarti kamu harus anti sama semua yang manis. Tapi penting untuk sadar dan bijak. Berikut beberapa tips sederhana yang bisa kamu lakukan:
- Baca label gizi sebelum beli minuman.
- Kurangi frekuensi beli minuman manis. Nggak usah tiap hari.
- Coba alternatif seperti infused water atau teh tawar dingin.
- Jangan takut bilang “tanpa gula” saat pesan kopi atau minuman
kekinian.
- Sadari pola konsumsi, karena kesehatan masa depanmu dimulai
dari kebiasaan hari ini.
Saatnya Lebih Sadar, Bukan Sekadar Ikut
Tren
Minuman tinggi gula memang enak, dan itu
wajar. Tapi kalau kita sebagai mahasiswa dan anak muda terus-terusan jadi
konsumen setia tanpa berpikir panjang, risikonya bakal ditanggung sendiri di
masa depan.
Jadi, pertanyaannya sekarang bukan lagi “Kenapa
kita suka minuman manis?” Tapi: “Sampai kapan kita terus-terusan jadi
budak rasa manis tanpa mikir dampaknya?”
Pilihan ada di tanganmu. Manis itu boleh,
asal jangan sampai pahit di akhir.
Kontributor: Hermanto Sinaga
Referensi Gambar: https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/bahaya-di-balik-goda-minuman-berpemanis
No comments:
Post a Comment