Media Center PKN STAN – Pada tanggal 26 Juli 2021, Ikatan Mahasiswa
Nahdliyyin (IMAN) PKN STAN mengadakan kegiatan pengajian akbar dalam rangka
acara puncak Hari Lahir (Harlah) yang ke-30 IMAN PKN STAN. Selama kurang lebih
satu bulan sebelum acara puncak, IMAN PKN STAN mengadakan banyak perlombaan
yang di luar dugaan diikuti oleh banyak peserta. Pada acara puncak dengan
bertajuk tema “Memperkuat IMAN Sebagai Pondasi Islam Nusantara di Era
Pergeseran Masa” tersebut, dihadiri oleh pembicara utama yaitu Gus Nadirsyah
Hosen, para alumni, dan anggota IMAN PKN STAN, masyarakat umum serta para
mahasiswa. Acara yang sangat meriah tersebut dipandu oleh Surono dan Ratih
selaku MC.
Pengajian akbar tersebut diawali dengan
pembukaan dengan membaca surah Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat
suci Alquran oleh Wawan Arwani. Kemudian, acara dilanjutkan dengan menyanyikan
lagu Indonesia Raya, Yalal Wathon, dan Mars IMAN PKN STAN secara bergantian.
Tak lupa acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan dari Ketua IMAN PKN STAN,
Muhamad Naziqi Baihaqi, salah satu pendiri IMAN PKN STAN, Kiai Dawud Arif Khan,
serta Wakil Direktur PKN STAN, Bapak Agus Sunarya Sulaiman.
Pada inti acara yang dipandu oleh Mas Subhan
selaku moderator, Gus Nadirsyah Hosen menyampaikan banyak sekali wawasan dan
ilmu baru yang bermanfaat. Beliau menyampaikan tentang iman dan islam nusantara
dalam kondisi menghadapi pergeseran zaman dan tempat. Persoalan tentang iman
yang sering diperdebatkan di zaman sekarang ini adalah pendapat teologis yang
terkesan dibuat ribet dan rumit. Padahal dalam ilmu kalam,
perdebatan-perdebatan tersebut sudah dijelaskan dengan sangat komplet oleh para
ulama. Dalam perubahan global, Gus Nadir berpendapat bahwa hal yang lebih
pantas dibicarakan adalah iman di tataran social, yaitu iman yang lebih
aplikatif, bukan teologis yang malah membuat terpecah belahnya antarsesama. Beliau
juga membacakan hadis yang terkait dengan iman di tataran sosial tersebut bahwa
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata
baik atau diam, menghormati tetangganya, dan memuliakan tamu. Ketiga poin
tersebut sangat aplikatif di lingkungan kita di mana masih banyak perselisihan
hanya gara-gara perbedaan pendapat, sikap, dan politik yang menurut mereka itu
bisa menggoyahkan iman mereka. Padahal sebenarnya tidak. Mirisnya pada zaman
sekarang, banyak orang yang semakin alim atau habluminallah-nya semakin
kuat, habluminannas-nya semakin hancur. Sekarang lebih banyak orang yang
terlalu khawatir dengan keimanannya dan kegoyahan iman tersebut malah digunakan
untuk mengancam orang lain, hal tersebut sangat berbahaya dan harus dihindari.
Kita harus berhati-hati dalam menghakimi keimanan orang lain.
Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa
islam nusantara itu tidak menyimpang dari keimanan, tetapi islam nusantara
adalah di mana kita meletakkan adat dan tradisi dengan iman dan islam yang
tetap sama. Ekspresi keberagaman yang dikaitkan dengan tempat kita tinggal,
maksudnya di mana kita berada, kita harus menghormati adat istiadat yang ada
tanpa mengurangi sedikitpun keimanan. Bahkan, hal tersebut sudah dilakukan oleh
Rosulullah sejak zaman nabi. Sekarang ini menjadi tantangan bagi kita, cara kita
bersikap pada perubahan zaman. Janganlah kita mendebat hal-hal yang sepele
hanya karena kita berbeda pendapat.
Pada sesi tanya jawab, beliau juga menyampaikan
langkah menanggapi sebuah persoalan agar kita tidak dibilang terlalu liberal
atau terlalu ekstrim. Beliau menyampaikan bahwa kita harus setidaknya punya
ilmu dulu jangan memakai perasaan karena selama kita mengikuti kadiah-kaidah
yang sudah digariskan oleh para ulama, maka kita tidak perlu khawatir. Yang
berbahaya adalah ketika kita buat kaidah-kaidah sendiri.
Beliau juga menyampaikan pendapatnya tentang
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari KPK. Kita harus berhati-hati dan tidak boleh
membenturkan antara agama dengan Pancasila. Hal ini karena Pancasila dasarnya tidak
bertentangan dengan agama dan nilai-nilai Pancasila juga diajarkan dalam setiap
agama.
Ketika kita sedang berdiskusi, kita juga harus
lihat siapa lawan diskusinya. Setiap tanya harus diungkapkan dengan adab dan
ketika kita ingin membantah kita harus punya data atau rujukan. Kita harus
mengucapkannya dengan baik, kalau tidak bisa lebih baik kita diam. Kita juga
harus belajar etika dalam berdiskusi dan bermedsos.
Selanjutnya, beliau menyampaikan juga bagaimana
pendapatnya tentang anggapan segelintir orang tentang negara paranoid dengan
umat islam. Beliau menjawab bahwa hal tersebut tidak dibenarkan, anggapan tersebut
muncul gara-gara karena memang ada dua kubu yang saling berdebat, yang satu
terlalu agamis dan satunya terlalu pancasilais. Padahal, kedua hal tersebut sebenarnya
tidak boleh bertentangan. Pesan dari Gus Nadir adalah kita jangan pernah
berhenti belajar dan bertanya dengan baik dengan para ulama dan kiai.
Pada sesi terakhir, acara ditutup dengan doa
bersama yang dipimpin oleh Kiai Subhan Ngalimun. Selain itu terdapat pemaparan
mengenai filosofi logo dan pengumuman para pemenang rangkaian lomba dalam rangka
memperingati harlah yang ke-30 IMAN PKN STAN. Selain itu, ada pesan dan kesan
yang disampaikan oleh salah satu pemenang lomba dan penampilan video
persembahan terakhir dari panitia.
Reporter : Aqlis Muqorobin
Editor : Surono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar