menu melayang

Sunday, May 18, 2025

Bumi di Ambang Kepunahan Keenam, Kebangkitan Indonesia Dalam Menjaga Lingkungan

Dunia kini menghadapi ancaman kepunahan massal keenam akibat ulah manusia. Indonesia pun tidak luput dari krisis ini. Deforestasi masif, pencemaran laut, hingga krisis keanekaragaman hayati di tanah air menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan bukan isu global semata, tetapi juga realitas lokal yang mendesak untuk ditangani.

Dalam buku The Sixth Extinction: An Unnatural History, jurnalis sains Elizabeth Kolbert menyampaikan bahwa spesies di Bumi kini punah 100 kali lebih cepat daripada laju alami. Penyebab utamanya tidak lain adalah aktivitas manusia, seperti pembabatan hutan, polusi, dan perdagangan spesies liar. Krisis tersebut bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam ketahanan pangan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat.

Di Indonesia, kondisi tersebut terlihat nyata. Laju deforestasi di Kalimantan dan Papua yang didorong oleh ekspansi sawit dan pertambangan mengancam habitat satwa endemik, seperti orangutan, cenderawasih, dan bekantan. Hal ini sejalan dengan temuan dari Global Forest Watch yang memaparkan bahwa dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah kehilangan 25,57 miliar hektar tutupan pohon akibat deforestasi . Lautan Indonesia yang merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia juga semakin tercemar mikroplastik dan limbah industri, bahkan pengasaman laut sebagaimana dijelaskan Kolbert juga telah mulai mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang di perairan Wakatobi dan Raja Ampat. Greenmatch, tim asal Inggris yang berfokus pada keberlanjutan, menempatkan Indonesia pada posisi 5 sebagai negara yang paling banyak membuang polusi ke lautan dengan jumlah 56.000 limbah plastik per metrik ton kemudian data kerusakan laut ini kembali diperkuat dengan fakta rusaknya 230 meter persegi terumbu karang di perairan Raja Ampat akibat aktivitas manusia.

Kolbert menyatakan, Saat ini, dalam momen luar biasa yang bagi kita disebut masa kini, kita sedang memutuskan—tanpa benar-benar menyadarinya—jalur evolusi mana yang akan tetap terbuka dan mana yang akan tertutup selamanya”. Kutipan ini menjadi pengingat keras bahwa manusia Indonesia pun memiliki andil dan tanggung jawab dalam menjaga kelestarian bumi. Kita sedang memutuskan apakah generasi mendatang akan tumbuh di dunia yang hijau, sehat, dan beragam; atau justru di planet yang kehilangan sebagian besar makhluk hidupnya.

Sebagai salah satu negara megabiodiversitas, Indonesia sejatinya memegang peran strategis dalam mencegah kepunahan global. Namun, potensi ini akan sia-sia jika tidak diiringi dengan kesadaran kolektif dan kebijakan lingkungan yang berpihak pada keberlanjutan.

Civitas academica PKN STAN dan masyarakat umum perlu memahami bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar wacana ekologis, melainkan bagian dari pembangunan berkelanjutan yang adil dan inklusif. Langkah kecil seperti mengurangi sampah plastik, menghemat energi, hingga menyuarakan isu lingkungan secara aktif menjadi kontribusi nyata untuk masa depan bumi.

Perubahan besar tidak pernah dimulai dari kerumunan, tetapi dari individu-individu yang memilih peduli di saat yang lain memilih diam. Penyelamatan lingkungan bukan sekadar penyelamatan alam. Ini adalah soal menyelamatkan masa depan Indonesia dan umat manusia.


Kontributor: Arya Mahaindra, Faqih Karmayuda


No comments:

Post a Comment

Back to Top

Cari Artikel