Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa kita kenal dengan QRIS menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Hal ini terjadi setelah Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan statement yang mengatakan bahwa pembayaran menggunakan QRIS dan GPN merupakan suatu hambatan dagang bagi perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam tersebut. Pemerintah Amerika Serikat menyatakan ”Perusahaan pembayaran AS khawatir dengan adanya GPN dan QRIS akan membatasi akses terhadap penggunaan layanan pembayaran elektronik asal AS (Visa dan Mastercard)”.
QRIS, yang dikembangkan dan diluncurkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2019, telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hingga Maret 2025, jumlah pengguna QRIS tercatat mencapai 56,3 juta orang, dengan total transaksi menyentuh angka 2,6 miliar. Sistem ini dinilai memberikan kemudahan dan efisiensi dalam transaksi baik bagi pelaku usaha maupun konsumen. Lebih dari itu, QRIS kini juga mulai diperluas ke kawasan ASEAN dan dirancang untuk menjangkau pasar global. ”QRIS dirancang untuk mendukung inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran domestik, bukan untuk mendisriminasi layanan asing” tutur Nauli Desdiani. Nauli menambahkan bahwa apa yang dikritik oleh Pemerintah Amerika Serikat merupakan suatu ketakutan akan runtuhnya dominasi mereka di Pasar Global. Oleh karena itu, Nauli mendorong Indonesia agar terus dapat mengembangkan QRIS dan memperkuatnya dengan kerjasama-kerjasama internasional.
Kontributor: Naufal Sakha. Siwi Naswati
No comments:
Post a Comment